Artikel ini diposting bersamaan dengan pemberlakuan PSBB di Surabaya-Gresik dan Sidoarjo pada hari Senin, Tanggal 20 April 2020.
Tata Cara Pelaksanaan
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)
https://images.hukumonline.com/frontend/lt5d440231bcb5a/lt5d5379baa4954.jpg
Arasy
Pradana A. Azis, S.H., M.H.
Tata Cara Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala
Besar
Pertanyaan : Bagaimana teknis pelaksanaan PSBB yang
telah diumumkan pemerintah?
Ulasan Lengkap
Permohonan Penetapan Pembatasan Sosial Berskala
Besar (PSBB). Sebagaimana telah diberitakan dalam Menkes Terbitkan Aturan
Pedoman PSBB Penanganan COVID-19, Menteri Kesehatan (“MENKES”), Terawan Agus Putranto, telah menerbitkan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala
Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)
(“Permenkes 9/2020”) agar bisa segera dilaksanakan di berbagai daerah.
Permenkes ini merupakan aturan turunan dari
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala
Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019
(COVID-19).[1]
PSBB adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk
dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi COVID-19 sedemikian rupa untuk
mencegah kemungkinan penyebaran COVID-19.[2]
Untuk dapat ditetapkan PSBB, suatu wilayah
provinsi/kabupaten/kota harus memenuhi kriteria sebagai berikut:[3]
- jumlah kasus dan/atau
jumlah kematian akibat penyakit meningkat dan menyebar secara signifikan
dan cepat ke beberapa wilayah; dan
- terdapat kaitan
epidemiologis dengan kejadian serupa di wilayah atau negara lain.
Yang dimaksud dengan kasus adalah pasien dalam
pengawasan dan kasus konfirmasi positif berdasarkan hasil pemeriksaan
laboratorium dengan Reverse Transcription Polymerse Chain Reaction ("RT-PCR").[4]
Menkes menetapkan PSBB di suatu wilayah berdasarkan
permohonan gubernur/bupati/walikota. Dalam mengajukan permohonan,
gubernur/bupati/walikota harus menyertakan data:[5]
- peningkatan jumlah kasus menurut waktu disertai dengan kurva epidemiologi;
- penyebaran kasus
menurut waktu disertai dengan peta penyebaran menurut waktu; dan
- kejadian transmisi
lokal disertai dengan hasil penyelidikan epidemiologi yang menyebutkan
telah terjadi penularan generasi kedua dan ketiga.
Selain data-data tersebut, gubernur/bupati/walikota
juga menyampaikan informasi mengenai kesiapan daerah tentang aspek ketersediaan
kebutuhan hidup dasar rakyat, sarana dan prasarana kesehatan, anggaran dan
operasionalisasi jaring pengaman sosial, dan aspek keamanan.[6]
Selain itu, Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan
Penanganan COVID-19 juga dapat mengusulkan kepada Menkes untuk menetapkan PSBB
di wilayah tertentu.[7]
Prosedur Penetapan PSBB
Untuk menetapkan PSBB, Menkes membentuk tim yang
bertugas:[8]
- melakukan kajian
epidemiologis; dan
- melakukan kajian
terhadap aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, agama, pertahanan, dan
keamanan.
Berdasarkan hasil kajian, tim memberikan
rekomendasi penetapan PSBB kepada Menkes dalam waktu paling lama satu hari
sejak diterimanya permohonan penetapan.[9]
Menkes kemudian menetapkan PSBB untuk wilayah
provinsi/kabupaten/kota tertentu dalam jangka waktu paling lama dua hari sejak
diterimanya permohonan penetapan, dengan mempertimbangkan rekomendasi tim dan
memperhatikan pertimbangan dari Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan
Penanganan COVID-19.[10]
Sebagai contoh,
Menkes telah menerbitkan Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/239/2020 Tahun 2020 tentang Penetapan
Pembatasan Sosial Berskala Besar di Wilayah Provinsi DKI Jakarta dalam Rangka
Percepatan Penanganan Corona Virus Diseases 2019 (COVID-19) (“Kepmenkes
HK.01.07/ Menkes/239/2020”).
Melalui keputusan tersebut, Menkes menetapkan PSBB
di DKI Jakarta yang dilaksanakan selama masa inkubasi terpanjang dan dapat
diperpanjang jika masih terdapat bukti penyebaran.[11]
Dalam artikel Menkes Tetapkan PSBB untuk DKI
Jakarta, diterangkan bahwa pemerintah DKI Jakarta-lah yang mengusulkan
penetapan PSBB tersebut pada 1 April 2020 lalu.
Pelaksanaan PSBB
Pelaksanaan PSBB secara umum meliputi:
Peliburan
sekolah dan tempat kerja. Namun, peliburan ini dikecualikan bagi kantor
atau instansi strategis yang memberikan pelayanan terkait pertahanan dan
keamanan, ketertiban umum, kebutuhan pangan, bahan bakar minyak dan gas,
pelayanan kesehatan, perekonomian, keuangan, komunikasi, industri, ekspor dan
impor, distribusi, logistik, dan kebutuhan dasar lainnya.[12]
Pembatasan
kegiatan keagamaan yang dilaksanakan dalam bentuk kegiatan keagamaan yang
dilakukan di rumah dan dihadiri keluarga terbatas, dengan menjaga jarak setiap
orang. Pembatasan ini dilaksanakan dengan berpedoman pada peraturan
perundang-undangan, dan fatwa atau pandangan lembaga keagamaan resmi yang
diakui oleh pemerintah.[13]
Semua tempat
ibadah harus ditutup untuk umum. Adapun pemakaman orang yang meninggal
bukan karena COVID-19 dengan jumlah yang hadir tidak lebih dari dua puluh orang
dapat diizinkan dengan mengutamakan upaya pencegahan penyebaran penyakit
(pemutusan rantai penularan).[14]
Pembatasan
kegiatan di tempat atau fasilitas umum yang dilaksanakan dalam bentuk
pembatasan jumlah orang dan pengaturan jarak orang. Namun, ketentuan ini
dikecualikan untuk:[15]
- supermarket,
- minimarket,
- pasar,
- toko atau tempat penjualan obat-obatan dan
- peralatan medis kebutuhan pangan,
- barang kebutuhan pokok,
- barang penting,
- bahan bakar minyak,
- gas, dan energi;
- fasilitas pelayanan kesehatan atau fasilitas lain dalam rangka pemenuhan pelayanan kesehatan;
- hotel,
- tempat penginapan (homestay),pondokan dan motel,
- yang menampung
wisatawan dan orang-orang yang terdampak akibat COVID-19, staf medis dan
darurat, awak udara dan laut;
- perusahaan yang
digunakan/diperuntukkan untuk fasilitas karantina;
- fasilitas umum untuk
kebutuhan sanitasi perorangan; dan
- tempat atau fasilitas
umum untuk pemenuhan kebutuhan dasar penduduk lainnya termasuk kegiatan
olahraga.
Pembatasan
kegiatan sosial dan budaya. Pembatasan ini dilaksanakan dalam bentuk
pelarangan kerumunan orang dalam kegiatan sosial dan budaya serta berpedoman
pada pandangan lembaga adat resmi yang diakui pemerintah dan peraturan
perundang-undangan.[16]
Pembatasan
moda transportasi, kecuali:[17]
- moda transportasi
penumpang baik umum atau pribadi dengan memperhatikan jumlah penumpang dan
menjaga jarak antar penumpang; dan
- moda transportasi
barang dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan dasar penduduk.
Pembatasan
kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan. Ketentuan
ini dikecualikan untuk kegiatan aspek pertahanan dan keamanan dalam rangka
menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah, dan melindungi
segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan,
serta mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat, dengan tetap memperhatikan
pembatasan kerumunan orang serta berpedoman kepada protokol dan peraturan
perundang-undangan.[18]
Pelaksanaan
PSBB tersebut dilaksanakan selama masa inkubasi terpanjang dan dapat
diperpanjang jika masih terdapat bukti penyebaran.[19]
Dalam melaksanakan PSBB, pemerintah daerah
berkoordinasi dengan instansi terkait, termasuk aparat penegak hukum, pihak
keamanan, pengelola/penanggung jawab fasilitas kesehatan, dan instansi logistik
setempat.[20]
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
- Peraturan Pemerintah
Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka
Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19);
- Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala
Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019
(COVID-19);
- Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/239/2020 Tahun 2020 tentang Penetapan
Pembatasan Sosial Berskala Besar di Wilayah Provinsi DKI Jakarta dalam
Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Diseases 2019 (COVID-19).
Referensi:
Ø
Menkes Tetapkan PSBB untuk DKI Jakarta, diakses
pada 7 April 2020, pukul 14.26 WIB.
[1] Bagian Mengingat angka 6 Permenkes 9/2020
[2] Pasal 1 angka 1 Permenkes 9/2020
[3] Pasal 2 Permenkes 9/2020
[4] Lampiran Permenkes 9/2020, hal. 16
[5] Pasal 3 ayat (1) jo. Pasal 4 ayat (1), (2),
(3), dan (4) Permenkes 9/2020
[6] Pasal 4 ayat (5) Permenkes 9/2020
[7] Pasal 5 Permenkes 9/2020
[8] Pasal 7 ayat (1) dan (2) Permenkes 9/2020
[9] Pasal 7 ayat (4) Permenkes 9/2020
[10] Pasal 8 Permenkes 9/2020
[11] Poin I dan III Kepmenkes
HK.01.07/Menkes/239/2020
[12] Pasal 13 ayat (1) huruf a jo. Pasal 13 ayat
(3) Permenkes 9/2020
[13] Pasal 13 ayat (1) huruf b jo. Pasal 13 ayat
(4) dan (5) Permenkes 9/2020
[14] Lampiran Permenkes 9/2020, hal. 25
[15] Pasal 13 ayat (1) huruf c jo. Pasal 13 ayat
(6) dan (7) Permenkes 9/2020 vide Lampiran Permenkes 9/2020, hal. 25-26
[16] Pasal 13 ayat (1) huruf d jo. Pasal 13 ayat
(9) Permenkes 9/2020
[17] Pasal 13 ayat (1) huruf e jo. Pasal 13 ayat
(10) Permenkes 9/2020
[18] Pasal 13 ayat (1) huruf f jo. Pasal 13 ayat
(11) Permenkes 9/2020
[19] Pasal 13 ayat (2) Permenkes 9/2020
[20] Pasal 14 ayat (1) Permenkes 9/2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar