Follower Setia Terima Kasih

Kamis, 02 Juli 2020

BUKAN SIAPA-SIAPA


Copas status FB Laksmi Dewanti Haryanto (mantan wartawan Kompas):

BUKAN SIAPA-SIAPA

Hari ini aku teringat pada beberapa tahun lalu, saat aku menghabiskan malam di sebuah pasar malam di Solo bersama almarhum suamiku, Har.

Malam itu adalah malam hari libur dan cuacanya cerah menyenangkan. Orang-orang Solo yang pada dasarnya suka jalan-jalan dan jajan, berduyun-duyun datang meramaikan pasar malam di daerah Beteng itu.

Pasar malam itu sebenarnya adalah bazar khusus makanan dengan puluhan gerobak makan dan warung berjejer rapi di tepi jalan. Di tengahnya disediakan payung-payung dengan meja-meja dan kursi tempat pengunjung menikmati makanannya.

Karena pengunjungnya melimpah ruah, trotoar di tepi jalan pun banyak yang disulap menjadi tempat lesehan. Beruntung kami menemukan sebuah meja kosong dengan beberapa kursi yang belum diambil orang. Maka aku pun bersyukur bisa duduk sambil menikmati wedang jahe dan kudapan khas Solo yang kusukai bersama Har.

Belum lama kami duduk, tiba-tiba Har berteriak riang karena melihat sekelompok orang yang sedang berjalan ke arah kami. Rupanya salah satunya adalah Mas Arswendo, senior kami ketika masih bertugas sebagai jurnalis di Harian Kompas.

Kami mempersilakan mereka duduk bersama kami, dan tak lama kemudian Har terlibat obrolan ramai dengan mereka. Karena aku tak mengenal satu pun dari mereka kecuali Mas Arswendo, aku lebih banyak berdiam diri sambil mengamati saja.

Semuanya tampak berceloteh ramai, kecuali seorang laki-laki kurus yang bersahaja, yang persis duduk di depanku. Karena ia duduk di hadapanku, aku bisa memandangnya dengan seksama.

Pria berkemeja sederhana itu tampak seperti seorang petani yang sedang tersesat di kota yang ramai. Ia lebih banyak berdiam diri sambil memandang berkeliling dengan seksama, namun bibirnya selalu siap tersenyum.

"Orang yang tidak menarik," aku ingat aku berpikir dan membuat penilaian seperti itu, saat itu. "Siapa dia? Aku gak pernah melihatnya. Mungkin dia bukan siapa-siapa."
Kami sempat bertukar senyum sejenak, sebelum aku menyibukkan diriku dengan wedang dan makanan di hadapanku.

Ketika akhirnya obrolan Har selesai dan mereka pamitan untuk meneruskan perjalanan, Har berpaling padaku.

"Kamu tahu siapa yang tadi duduk persis di depanmu?" tanyanya.
Aku menggelengkan kepala.

"Dia adalah orang yang bisa membuat para pedagang kaki-lima seluruh Solo menurut padanya, orang yang bisa menertibkan para akar rumput di kota ini tanpa ribut-ribut. Orang yang dicintai rakyatnya di kota ini."
Aku tersedak.

"Jokowi?"

"Iya, Walikota Solo. Jokowi. Tadi kamu ngobrol apa dengannya?"
Aku ingin menangis.

"Aku gak ngobrol apa-apa. Aku pikir dia bukan siapa-siapa."
Har tersenyum. "Tidak ada satu pun orang yang bukan siapa-siapa, Sayang."
Kata-katanya menohok ulu hatiku.

Dan hari ini, kepada pria kurus yang dulu pernah duduk di seberang mejaku dan kudiamkan saja, kepada pria bersahaja yang kini bukan lagi Walikota Solo, aku mengirimkan doa selamat ulang tahun.

Semoga Tuhan melindungimu dalam memimpin negeri ini.

Aamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar