Copas status FB Laksmi Dewanti Haryanto (mantan
wartawan Kompas):
BUKAN SIAPA-SIAPA
Hari ini aku teringat pada beberapa tahun lalu,
saat aku menghabiskan malam di sebuah pasar malam di Solo bersama almarhum
suamiku, Har.
Malam itu adalah malam hari libur dan cuacanya
cerah menyenangkan. Orang-orang Solo yang pada dasarnya suka jalan-jalan dan
jajan, berduyun-duyun datang meramaikan pasar malam di daerah Beteng itu.
Pasar malam itu sebenarnya adalah bazar khusus
makanan dengan puluhan gerobak makan dan warung berjejer rapi di tepi jalan. Di
tengahnya disediakan payung-payung dengan meja-meja dan kursi tempat pengunjung
menikmati makanannya.
Karena pengunjungnya melimpah ruah, trotoar di tepi
jalan pun banyak yang disulap menjadi tempat lesehan. Beruntung kami menemukan
sebuah meja kosong dengan beberapa kursi yang belum diambil orang. Maka aku pun
bersyukur bisa duduk sambil menikmati wedang jahe dan kudapan khas Solo yang
kusukai bersama Har.
Belum lama kami duduk, tiba-tiba Har berteriak
riang karena melihat sekelompok orang yang sedang berjalan ke arah kami.
Rupanya salah satunya adalah Mas Arswendo, senior kami ketika masih bertugas
sebagai jurnalis di Harian Kompas.
Kami mempersilakan mereka duduk bersama kami, dan
tak lama kemudian Har terlibat obrolan ramai dengan mereka. Karena aku tak
mengenal satu pun dari mereka kecuali Mas Arswendo, aku lebih banyak berdiam
diri sambil mengamati saja.
Semuanya tampak berceloteh ramai, kecuali seorang
laki-laki kurus yang bersahaja, yang persis duduk di depanku. Karena ia duduk
di hadapanku, aku bisa memandangnya dengan seksama.
Pria berkemeja sederhana itu tampak seperti seorang
petani yang sedang tersesat di kota yang ramai. Ia lebih banyak berdiam diri
sambil memandang berkeliling dengan seksama, namun bibirnya selalu siap
tersenyum.
"Orang yang tidak menarik," aku ingat aku
berpikir dan membuat penilaian seperti itu, saat itu. "Siapa dia? Aku gak
pernah melihatnya. Mungkin dia bukan siapa-siapa."
Kami sempat bertukar senyum sejenak, sebelum aku
menyibukkan diriku dengan wedang dan makanan di hadapanku.
Ketika akhirnya obrolan Har selesai dan mereka
pamitan untuk meneruskan perjalanan, Har berpaling padaku.
"Kamu tahu siapa yang tadi duduk persis di
depanmu?" tanyanya.
Aku menggelengkan kepala.
"Dia adalah orang yang bisa membuat para
pedagang kaki-lima seluruh Solo menurut padanya, orang yang bisa menertibkan
para akar rumput di kota ini tanpa ribut-ribut. Orang yang dicintai rakyatnya
di kota ini."
Aku tersedak.
"Jokowi?"
"Iya, Walikota Solo. Jokowi. Tadi kamu ngobrol
apa dengannya?"
Aku ingin menangis.
"Aku gak ngobrol apa-apa. Aku pikir dia bukan
siapa-siapa."
Har tersenyum. "Tidak ada satu pun orang yang
bukan siapa-siapa, Sayang."
Kata-katanya menohok ulu hatiku.
Dan hari ini, kepada pria kurus yang dulu pernah
duduk di seberang mejaku dan kudiamkan saja, kepada pria bersahaja yang kini
bukan lagi Walikota Solo, aku mengirimkan doa selamat ulang tahun.
Semoga Tuhan melindungimu dalam memimpin negeri
ini.
Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar